Wednesday, January 28, 2009

Naik Haji Berkat Koleksi Perangko

Naik Haji Berkat Koleksi Perangko                             

 

 

Tak sekadar hobi, filateli juga memiliki nilai investasi. Mulai dari jenis limited edition (edisi terbatas) hingga edisi salah cetak merupakan contoh jenis perangko yang diburu kolektor karena bernilai jutaan rupiah.

 

Bagi pecintanya, perangko bukanlah semata kertas mungil dengan desain gambar tertentu yang berfungsi sebagai alat pembayaran pengiriman surat atau barang semata, namun lebih dari itu. Perangko juga menjadi narasumber ilmu pengetahuan dan sejarah sebuah peristiwa. Dan lebih dari itu, perangko merupakan sebuah hobi yang memiliki nilai investasi.

 

Lutfie, kolektor perangko membenarkan hal itu. Berkat perangko, ia bisa membiayai pernikahan dan beribadah haji bersama keluarga. “Dua tahun lalu, saya beribadah haji bersama keluarga berkat perangko,” kata Lutfie yang sudah mengoleksi perangko sejak masih duduk di sekolah dasar.

 

Koleksi perangko Lutfie memang luar biasa. Koleksinya mulai dari seri Piala Dunia, hingga seri Presiden Soeharto. Untuk yang diterbitkan PT Pos Indonesia, ia punya seri Piala Dunia 1978 hingga 2002.

 

Koleksi yang paling dibanggakan Lutfie adalah edisi terbatas Piala Dunia Spanyol 1982 bergambar dua pemain berebut bola. Yang membuat perangko dalam souvenir sheet ini istimewa adalah tulisan “Italia World Champion”.

Tulisan itu baru ditambahkan setelah Italia dinobatkan sebagai juara dunia 1982. Karena saat itu jumlah souvenir sheet yang belum terjual jumlahnya tinggal sedikit, harga edisi revisi ini pun melambung melebihi yang tanpa label juara.

 

“Saya perkirakan jumlahnya kurang dari 5.000 eksemplar. Nilainya sekitar Rp 4 juta per lembar,” kata Lutfie.

 

 Koleksi istimewa lainnya adalah seri Piala Dunia 2002 keluaran Kantor Pos Jepang. Sebagai tuan rumah, bersama Korea Selatan, Jepang membuat souvenir sheet kota-kota tempat pertandingan berlangsung, lengkap dengan negara-negara peserta setiap grup.

 

Salah Cetak

Pada pameran perangko Jakarta 2008, 22nd Asian International Stamp Exhibition yang digelar di JITEC Mangga Dua Square, Jakarta, dipenuhi para kolektor perangko (filatelis). Mereka tak sabar untuk lekas memiliki souvenir sheet dan Sampul Hari Pertama (SHP) Jakarta 2008.

 

”Buat kolektor perangko, SHP dan souvenir sheet Jakarta 2008 wajib dimiliki,” kata Nasha, filatelis yang ditemui Investor Daily di pameran perangko Jakarta 2008. Nasha membeli koleksi itu seharga Rp42 ribu.

 

Selain SHP dan souvenir sheet Jakarta 2008, yang juga diburu para filatelis adalah perangko prisma seri Laskar Pelangi. Perangko ini terdiri atas tiga desain yang diambil dari cover buku tetralogi Laskar Pelangi yakni Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, dan Edensor. Satu lembar berisi 12 perangko yang terdiri dari empat lembar masing-masing desain, dijual seharga Rp30 ribu.

 

Karena bernilai investasi, cukup banyak yang menggemari hobi ini. Letjen TNI R Soeyono, ketua umum pengurus pusat Perkumpulan Filateli Indonesia (FPI) mengungkapkan, tahun 1995 terdata sekitar 5 juta filatelis Indonesia. Jumlah itu sebenarnya sedikit, akibat maraknya teknologi short message services (SMS) dan email, sehingga tak banyak lagi orang menggunakan surat berwujud kertas.

 

Kendati demikian, tidak semua perangko bernilai investasi. Ada hal-hal yang membuat selembar perangko menjadi berlipat-lipat nilainya. “Biasanya tergantung faktor jumlah yang diterbitkan, popularitas tema, peristiwa, dan insiden tertentu seperti salah cetak, tanpa pervorasi (lubang), atau warnanya hilang,” jelas Avi Widjaja, kolektor sekaligus pedagang perangko asal Bandung.

 

Perangko limited edition Pameran Filateli Indonesia 1996 di Bandung misalnya, ungkap Avi, harganya kini bisa melonjak dari Rp 4 ribu per dua keping menjadi Rp 700 ribu. Begitu juga perangko seri WWF orang utan tahun 1998 yang diterbitkan dengan harga Rp 815, kini dihargai Rp 500-600 ribu.

 

 

Lainnya ada perangko seri buah-buahan salak tahun 1969 yang kini dihargai sekitar Rp 4 juta. Harga perangko ini melonjak karena ada kisah menarik di belakangnya. Saat di perjalanan, tutur Avi, perangko itu dicuri dari mobil boks PT Pos Indonesia.

 

“Perangko salak itu sempat dijual di Alun-alun Bandung, namun sisanya yang tak terjual kemudian disita polisi dan akhirnya dimusnahkan. Nah, yang sempat terjual itu akhirnya menjadi barang langka sehingga harganya tinggi,” jelasnya.

 

Di ajang ini, Avi menawarkan souvenir sheet koleksi ikan air tawar tahun 1994 yang salah cetak, yakni gambar ikan berada di luar pervorasi. Tak heran bila harganya melonjak menjadi Rp 10 juta.

 

Perangko salah cetak, kata Avi, termasuk yang banyak diburu. Misalnya saja perangko bergambar peta Tiongkok tahun 1967, di mana ada kesalahan Taiwan tidak masuk di peta itu sehingga harganya kini melonjak menjadi Rp90 juta. “Akibatnya si pelukis perangko, Lim Pi Aw ditembak mati oleh penguasa saat itu karena dianggap mendukung lepasnya Taiwan dari Tiongkok,” kata Avi. ***